Psikolog keluarga Anna Surti Ariani (Nina) mengungkap bahwa peran keluarga memang sangat penting dalam perkembangan dan pendidikan
anak. “Bicara tentang pendidikan anak, tentu ini tidak hanya tentang
mengajari anak untuk bisa melakukan sesuatu atau memikirkan sesuatu.
Pendidikan itu juga termasuk membuat anak menjadi individu yang lebih
dewasa dan matang, untuk kehidupannya dalam jangka panjang, seumur
hidupnya, bukan hanya ketika di usia sekolah. Artinya, peran keluarga
menjadi sangat besar, karena terkait dengan semua aspek perkembangan dan
pendidikan anak,” papar Nina.
Lalu, apa lagi yang harus kita perhatikan dan terapkan sehari-hari untuk mendukung pendidikan anak?
Dorongan agar orang tua lebih terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka
saat ini memang makin gencar dilakukan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud) RI, yang sekarang juga memiliki Direktorat
Pembinaan Pendidikan Keluarga. Laman Kemdikbud pun sekarang dibuat lebih
menarik, informatif, dan bersahabat bagi orang tua. Bahkan secara
khusus terdapat laman Sahabat Keluarga. Dalam berbagai kesempatan,
Menteri Pendidikan dan Kedubayaan (Mendikbud) RI, Anies Baswedan,
menekankan pentingnya peran keluarga sebagai penyokong pendidikan
anak-anak. Orang tua tidak sekadar diajak untuk lebih terlibat, tidak
boleh lagi cuek dan menyerahkan urusan pendidikan kepada guru
di sekolah saja, tetapi juga menerapkan pendidikan serta pengasuhan yang
menumbuhkan bagi anak-anak mereka. Berulang kali pula, Anies
mengingatkan kita akan gagasan-gagasan cemerlang Ki Hadjar Dewantara, bapak pendidikan Indonesia, yang banyak menekankan konsep pendidikan berbasis keluarga.
Pakar pendidikan Bukik Setiawan, dalam bukunya Anak
Bukan Kertas Kosong, menuliskan 3 pemikiran Ki Hadjar Dewantara, yang
salah satunya adalah pentingnya peran keluarga dalam pendidikan anak.
Keluarga adalah pusat pendidikan. Orang tua mungkin bisa mendelegasikan
pengajaran kepada kaum ahli, tetapi pendidikan anak tetaplah menjadi
tanggung jawab orang tua. Peran orang tua tidak tergantikan oleh
sekolah, lembaga pendidikan, ataupun lembaga bakat. Bukik mengingatkan
kita pada tulisan Ki Hadjar yang mengatakan, “Pokoknya pendidikan harus
terletak di dalam pangkuan ibu bapa, karena hanya dua orang inilah yang
dapat berhamba pada sang anak dengan semurni-murninya dan
se-ikhlas-ikhlasnya, sebab cinta kasihnya kepada anak-anaknya boleh
dibilang cinta kasih tak terbatas.”
Beberapa mama yang berbagi cerita dengan Parenting Indonesia sepakat
bahwa orang tua harus mengambil peran terbesar dalam menerapkan
pendidikan bagi anak-anak mereka, tak peduli seberapa sibuk mereka
dengan urusan pekerjaan. Secara luwes, mereka berbagi porsi atau peran
dan saling melengkapi. "Suami lebih banyak mengasah motorik kasar anak
dengan mengajak anak berolahraga, sementara saya lebih ke motorik
halusnya, misalnya. Tetapi, anak bisa belajar dengan siapa yang dia
suka. Mungkin suatu saat dengan saya, di kesempatan lain dengan papanya.
Kadang yang menegakkan peraturan adalah papanya, sementara saya juga
bisa tegas dalam memberi sanksi, jika anak melanggar peraturan,” ungkap Maya Safrina, ibu rumah tangga, mama dari Dira (10).
Sementara, Dian Putri, mama dari Dafi (9), lebih menekankan pembagian porsi pada urusan ‘software’
anak. “Sebagai mama, porsi terbesar saya adalah sebagai motivator
pembentuk akhlak anak, kasih sayang, serta empati. Sementara, sebagai
papa, suami saya mempunyai peran membentuk jiwa tanggung jawab,
disiplin, role model dalam sikap dan pembentukan karakter kuat dan pemberani, terutama karena anak kami laki-laki,” papar Dian.
http://www.parenting.co.id/usia-sekolah/peran-orang-tua-dalam-pendidikan-anak
Latest
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
EmoticonEmoticon